Sebuah Refleksi Luk 15: 1-32
Cinta Yang Mencari
Ada seorang gadis cantik bernama Bunga yang diculik, diperkosa dan
dianiaya sampai ia kehilangan ingatan. Ia menjadi korban amnesia. Pada suatu
hari, ia menghilang dari rumah. Ia menjadi pelacur jalanan di suatu kota. Ia
lupa pada ayah dan ibunya. Ia lupa pada kampung halamannya, bahkan ia lupa pada
namanya sendiri.
Namun bapaknya telah berusaha mati-matian untuk menemukannya. Sang
bapak mencari dia dari kota ke kota menyusuri semua jalanan dan pasar, memeriksa
semua tempat pertokoan bahkan tempat-tempat pelacuran. Tetapi tidak menemukan
putrinya. Berhari-hari, berbulan-bulan, bahkan bertahun-tahun sang bapak terus
mencari putrinya yang hilang.
![]() |
Sumber: https://www.marriage.com/advice/love/practical-tools-to-grow-your-love-bank/ |
Pada suatu hari ketika ia sedang berjalan-jalan menyusuri pelabuhan,
sang bapak melihat seorang wanita malang dengan pakaian compang-camping dan
wajah rusak. Firasat kebapakannya mengatakan bahwa wanita malang itu adalah
putrinya. Ia mendekati wanita malang itu dan bertanya: “Siapa namamu?” wanita
itu menyebutkan namanya. Ternyata bukan bunga nama putrinya. Tetapi bapak tadi
berkata lagi, “boleh saya melihat lengan tangan
kirimu?” wanita itu memperlihatkan semua lengan kirinya. Bapak itu
tersentak “Engkau Bunga anakku, engkau Bunga anakku, di lenganmu ada tanda
kehitaman Engkau Bungan anakku apa kau ingat?
Wanita itu memandang pria tua di depannya dengan heran, lalu tiba-tiba
berseru: Bunga! Kabut yang menyelimuti ingatannya selama ini tiba-tiba
tersibak. Ia ingat kembali namanya. Ia ingat kembali bapaknya. Sebentar
kemudian ia sudah tenggelam dalam pelukan bapaknya.
Mungkin seperti itulah Allah mencari kita, kalau kita menghilang dariN
ya. Allang seolah-olah senantiasa mengejar kita dengan kasih-Nya yang tak
pernah luntur.
Injil Lukas 15: 1-32 menampilkan sebuah refleksi perenungan iman dalam
sastra yang sungguh indah. Tiga perumpamaan tentang domba yang hilang, dirham
yang terselip dan anak yang hilang. Sebagai gembala yang baik, Allah mencari
dan mengambil resiko untuk menambahkan satu domba yang hilang sehingga yang
hilang bisa kembali ke lingkungannya sendiri. Berlawanan dengan pandangan para
pemimpin, ahli Kitab Suci dan orang Farisi yang menjauhkan orang-orang berdosa,
Yesus menampilkan penggembalaan Allah yang bersifat mencari yang hilang.
Gambaran sejajar dengan gembala baik, adalah perempuan pemilik dirham
yang hilang itu dengan kesabaran dan ketelitian membersihkan seluruh rumahnya
untuk menemukan dirham yang terselip dalam rumahnya. Uang sedikit yang menjadi
miliknya itu harus dicari. Demikian Allah berkarya untuk menemukan orang yang
berdosa.
Akhirnya Yesus mengumpamakan Allah seperti seorang bapak yang tetap
mengasihi anaknya, walaupun anak itu melarikan diri dari rumah dan dengan
demikian menghinanya. Bapak menantikan
anakNya dengan ketekunan bahwa anak itu akan kembali, karena kasih tetap
menunggunya. Ia telah memberikan kepercayaan kepada anaknya, tetapi sekaligus
juga menimbulkan harapan bila anaknya gagal. Kepercayaan bapak tidak percuma.
Dalam penderitaan dan kegagalan anak itu menjadi dewasa dan berani mengambil
keputusan: kembali kepada bapak! Apapun yang terjadi ia telah melihat cakrawala
baru dalam hidupnya. Tetapi anak sulung tidak mampu memahami kasih bapaknya
seperti adiknya. Ia hanya sanggup menggerutu dan tidak sanggup bergembira bersama.
Allah menunjukan dalam diri Yesus Kristus, perhatianNya kepada
pendosa. Bagaimana kasih dan kerahimannya bisa dirasakan oleh manusia, yakni
dari pergaulan yang pribadi. Allah mau mendidik manusia menemukan kedasaran
untuk membangun kembali hidupnya di hadirat Allah. Yang hilang dicari dengan sekuat
tenaga dan resiko: sedangkan yang menghilang dinanti dengan sepenuh kesebaran
dan diperlakukan sebagai anak yang pantas dikasihi. Latar belakan
pemikiran seperti ini membantu kita untuk merenungkan kedalaman tawaran kasih
kerahiman Allah dalam hidup orang beriman.
Yesus yang hendak menjalankan kehendak BapaNya, melihat tugasnya untuk
menjadi bapak yang baik pula dan sebetulnya juga diharapkan menjadi tuga
Gereja, tugas sebagai umat Allah, tugas kita! Apakah sanggup menerima orang yang gagal, bergaul dengan mereka yang
drop out dan tersingkir dari pergaulan umum? Ataukah kita bersikap seperti anak
sulung itu, yang menganggap dirinya sebagai teladan tetapi hanya pandai
menggerutu dan tidak mampun memahami kasih Allah yang memiliki jalan berliku!
(Siswanto)
No comments:
Post a Comment